Ketua Poktan Ruku Sari, Ali fendi (kiri) berbincang dengan Bupati Batu Bara Ir. H. Zahir MAP. (foto/ist) |
Dalam surat bernomor B-1029/KSP/D.2/12/2023, tertanggal 01 Desember 2023, prihal Tindak Lanjut Permasalahan Tanah Kelompok Tani Ruku Sari, Kecamatan Sei Suka dengan PT EMHA dan PT Moeis, Kabupaten Batu Bara, di tujukan kepada Bupati Batu Bara, Kepala Kantor Wilayah ART/BPN Sumut, Kepala Kantor Pertanahan Batu Bara, Direktur PT EMHA, Direktur PT Moeis.
Dalam surat ini, KSP meminta Bupati Batu Bara, Kepala Kantor Wilayah ATR BPN, Direktur PT EMHA, Direktur PT Moeis dan pejabat terkait untuk menyampaikan hasil tindak lanjut penanganan laporan kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan paling lambat 1 bulan surat dibuat. Sebagai landasan informasi, KSP mengirimkan dokumen pendukung dari warga, untuk ditindaklanjuti.
Surat KSP menindaklanjuti audiensi warga pada tanggal 13 Maret 2023, dan menyimpulkan; pada tahun Bahwa pada tahun 1966, telah terjadi perampasan dan penggusuran tanah masyarakat secara paksa oleh PT.EMHA KEBUN & PT MOEIS atas lahan seluas 81 Hektar yang terletak di Kel. Perkebunan Sipare-pare Kab. Batubara Provinsi Sumatera Utara. Penggusuran tersebut telah merusak rumah, tanaman, tempat ibadah, serta tanah wakaf perkuburan.
Pada tahun 2001, tumbuh keberanian Kelompok Tani untuk merebut kembali (reclaiming) tanah mereka. Dari 81 hektar yang pernah “dirampas” oleh kedua Perusahaan tersebut, Kelompok Tani berhasil merebut menguasai dan mengelola kembali lahan tersebut seluas 40 hektar hingga saat ini.
Bahwa atas penguasaan kembali masyarakat atas tanah tersebut, tahun 2001 pihak PT. EMHA KEBUN menempuh jalur hukum dari tingkat Pengadilan Negeri Medan hingga ke tingkat kasasi (MA). Pada proses kasasi Mahkaman Agung (MA) mengabulkan Permohonan Kasasi Kelompok Tani Rukun Sari dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 6 Februari 2002 dengan No. 08/Pdt/2002/PT.Mdn yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Kelas I-B tanggal 25 Juli 2001 dengan No. Perkara: 13/PDT.G/2001/PN.Kis. Dengan demikian pengadilan menegaskan/ menguatkan kepemilikan masyarakat atas tanah 81 hektar tersebut.
Akan tetapi, pada tanggal 21 November 2013, tanpa mempertimbangkan putusan Badan Pertanahan Nasional (BPN) memberikan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No.2/Desa Perk.Sipare-pare kepada PT EMHA KEBUN seluas 635,5 Hektar melalui Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 133/HGU/BPN RI/2013 hingga 25 tahun (tahun 2038), dimana lahan yang diklaim milik kelompok tani termasuk di dalamnnya.
Kelompok Tani menyampaikan permohonan perlindungan hukum ke Kantor Staf Presiden (KSP) agar masyarakat mendapatkan kembali tanah seluas 81 hektar dengan mengeluarkan (enclave) lokasi tersebut dari HGU ke 2 perusahaan.
Menanggapi respon positif Staf Kepresidenan, kuasa hukum Poktan Rukun Sari, Ranto Sibarani SH, mengaku terharu. Pihaknya bersama warga Poktan akan terus mengawal hingga proses hukum ditegakkan seadil-adilnya untuk kepentingan masyarakat. “Poktan hanya minta hak mereka dikembalikan. Hanya itu yang mereka minta, tak lebih,” pungkas Ranto, Rabu (20/12/2023). (zein)