Pasutri Korban Penyerobotan Lahan di Asahan Histeris di Polda

Togar Sitohang (75) dan Nurhaida Sitorus (70), korban penyerobotan lahan di Kabupaten Asahan histeris saat menyambangi Polda Sumut.

Editor: Admin
Pasutri korban penyerobotan lahan asal Asahan menuntut keadilan. (foto/ist)
MEDAN - Togar Sitohang (75) dan Nurhaida Sitorus (70), korban penyerobotan lahan di Kabupaten Asahan histeris saat menyambangi Polda Sumut.

Pasangan lanjut usia (Lansia) ini datang ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut bersama putra dan kuasa hukumnya, Armada Sihite.

Pasangan Lansia asal Kabupaten Asahan ini dengan bersusah payah datang ke Mapolda Sumut untuk mempertanyakan langkah Ditreskrimum dalam menindaklanjuti amar putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang memerintahkan Polda untuk memproses kembali laporan penyerebotan lahan milik Togar Sitohang dan Nurhaida Sitorus di Jalan KH Ahmad Dahlan Kota Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumut.

"Sebelumnya, Ditreskrimum Polda Sumut menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus penyerobotan lahan yang dilaporkan klien kami pada bulan Oktober 2023," ujar Armada Sihite menjawab sejumlah wartawan di Mapolda Sumut, Rabu (22/1/2025).

Penyidik, lanjut dijelaksan Armada Sihite, menerbitkan SP3 kasus yang dilaporkan kliennya tanpa alasan yang jelas.

"Menurut penyidik Ditreskrimum Polda Sumut, mereka menerbitkan SP3 karena alasan laporan klien kami tidak cukup bukti," jelas Armada Sihite.

Namun, ungkap Armada Sihite, SP3 yang diterbitkan Polda Sumut ini sangat premature. "Nah, setelah terbit SP3 itu, kami melakukan Prapredilan (Prapid). Dari Putusan PN Medan inilah bukti bahwa SP3 yang diterbitkan Ditreskrimum Polda Sumut itu memang prematur," ungkap Armada Sihite.

Sebab, sebut Armada Sihite, Prapid yang mereka ajukan dikabulkan oleh PN Medan pada Oktober 2024. "Salah satu poin dari amar putusan PN Medan itu adalah memerintahkan Ditreskrimum Polda Sumut untuk Kembali memproses laporan klien kami yang sempat dihentikan itu," sebut Armada.

Namun, kata Armada, sejak Oktober 2024 tidak ada tindak lanjut dari Ditreskrimum Polda Sumut terkait putusan PN Medan yang memerintahkan untuk Kembali memproses laporan kliennya itu.

"Itulah sebabnya kita hari ini mendatangi Polda Sumut untuk mempertanyakan hal itu. Namun sayan, penyidik tidak ada di tempat," katanya.

Kendati demikian, tegas Armada, pihaknya masih memberi waktu kepada Ditreskrimum Polda Sumut selama dua pekan ke depan untuk menindaklanjuti putusan PN Medan tersebut.

"Namun, apabila tidak ada tindak lanjut, kita akan melakukan upaya hukum," tegas Armada Sihite.

Sementara itu, Nurhaida Sitorus tak henti-hentinya menangis saat menyambangi Ditreskrimum Polda Sumut.

Bahkan, di halaman dan ruangan penyidik, Nurhaida histeris dengan menyebut nama Kapolda Sumut untuk membantu menyelesaikan penyeobotan lahan dengan modus pemalsuan surat ini.

"Pak Kapolda, bantu kami. Tanah kami diserobot. Suratnya dipalsukan," teriak Nurhaida sambal menangis di halaman Ditreskrimum Polda Sumut.

Sebelumnya, kasus penyerobotan lahan ini bermula dari pasangan lansia Togar Sitohang dan Nurhaida Sitorus meminjam uang senilai Rp50 juta kepada Acong pada tahun 1997 dengan sertifikat lahan yang diserobot itulah sebagai jaminan.

"Namun, pada tahun 2016, Acong meninggal dunia dan Alai yang merupakan adik dari Almarhum Acong mengganti nama di sertifikat kepemilikan lahan tersebut menjadi nama istrinya," kata Togar.

Sejak itulah, katanya, ia mulai berjuang memperjuangkan haknya yang diserobot oleh Alai. "Harapan kami, Pak Presiden Prabowo, Pak Kapolri dan Pak Kapolda Sumut serta para pihak terkait dapat membantu kami mendapat keadilan. Kami sudah tua, sakit kali nasib yang kami alami ini. Kami orang susah," lirihnya sambal eneteskan air mata.[rasid]

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com